Tentu kita sudah tak asing lagi
dengan si emak yang satu ini. Namanya ngetop dalam jagat perilmuhitaman dan
dalam dunia sinetron. Siapa lagi kalo bukan mak lampir. Mak lampir merupakan
ikon suntik botoks nasional. Meski usianya menjelang tahun ke3 ribu, namun
wajahnya masih awet muda. Hal ini berkat suntik botoks yang rutin dilakukannya
untuk menghilangkan kerutan. Selain itu, dia juga rutin seminggu sekali turun
gunung untuk pergi kesalon. Wanita yang tawa khasnya mengalahkan soimah ini merupakan salah satu
wanita yang cukup berpengaruh dinegeri ini. Sepak terjangnya sejak jaman
penjajahan hingga kini tak pernah usai. Sayang namanya tak pernah tercantum
sebagai penerima bintang jasa ataupun nominasi nobel bidang kewanitaan. Padahal
perjuangannya melawan kumpeni ketika perebutan lahan dikawasan gunung merapi
cukup kalo diacungi jempol kaki. Wanita bersuara emas ini berjuang sendirian
melawan kumpeni. Nah loh. Kalo aceh punya srikandi yang namanya Cut Nyak Dien.
Maka Gunung Merapi juga punya srikandi yang bernama Mak Lampir. Dengan
perjuangan yang cukup alot akhirnya dia masih bisa mendiami gunung merapi. Sekitar
tahun 2000an ia berkolaborasi dengan mbah maridjan dalam menguasai gunung
merapi. Sebelum akhirnya merapi didera wedhus gembel yang meluluh lantakkan
seluruh wilayahnya.
Dipertengahan abad 21 namanya
sempat meredup, akhirnya si emak ini menelurkan sebuah sinetron religi untuk
mendongkrak popularitasnya. Sebuah gebrakan baru, sinetronnya menempati rating
teratas selama beberapa pekan. Ia menjadi sinetron favorit masyarakat yang haus
akan hadirnya sang wanita fenomenal. Ini dia judul sinetron yang dibintangi mak
lampir
Karena banyaknya penggemar, akhirnya
sinetron ini dibuat stripping yang membuat mak lampir sibuk bukan kepalang. Ia
tak sempat lagi keramas bunga tujuh rupa untuk menjaga keindahan rambutnya. Ini
dia saya bocorkan sebuah foto eksklusif saat mak lampir belum sempat creambath
ama rebondingan di salonnya Rudi Hadisuwarno.
Bahkan efek stripping ini juga
membuat berat badan mak lampir bertambah karena tidak makan secara teratur. Mak
lampir sempat kesal karena dietnya gagal total. Ini dia foto mak lampir yang
lagi memarahi pakar nutrisinya, karena dietnya tidak berhasil
Lagu kebangsaan mak lampir pun
berubah. Bangun tidur nggak terus mandi lagi ,,,tapi bangun tidur kuterus
pegang tongkat,,,,hahahha
Maklum perjuangannya dijaman
kumpeni dulu berefek dijaman kini. Tulangnya yang dulu kebanyakan dipakai untuk
bertempur, kini tak sekuat dulu lagi. tulangnya mengalami osteoporosis sehingga
dia perlu pake tongkat untuk membantu menopang tubuhnya.
Kiprah mak lampir tak hanya
sebatas disitu saja. Globalisasi telah membawa dampak besar bagi Indonesia. Era
pasar bebas mau tak mau telah mengubah sendi-sendi kehidupan bangsa ini.
Maraknya mainan produk china dipasaran membuat mak lampir geram. Anak-anak jaman
sekarang terdidik menjadi individualis karena banyak permainan yang disediakan
pasar. Mereka tak lagi memainkan permainan tradisional. Untuk menumbuhkan
kembali geliat permainan tradisional, maka disela-sela hari tuanya, mak lampir
menyempatkan diri untuk bermain dengan anak-anak. Hal ini dilakukannya agar
permainan tradisional bisa dikenal lagi. ini dia foto mak lampir saat bermain
petak umpet bersama anak-anak di hutan larangan.
Dalam rangka melestarikan budaya
tradisional. Baru-baru ini mak lampir menandatangani kontrak sebesar 3juta pounds
dengan jurusan sastra nusantara UGM, untuk menjadi pembicara tunggal dalam
seminar yang bertema “ membangunkan kembali budaya jawa dalam modernitas” yang akan digelar pertengahan tahun ini di
UGM. Bual elo-elo semua yang ngaku fans mak lampir kudu ikutan nih seminar.
Dijamin asik banget!!!!
Akhir kata, mak lampir berpesan
untuk anak negri semuanya,,,negeri kita
ini negeri yang sangat kaya. Baik hasil bumi maupun kebudayaannya. Lestarikan
kebudayaan yang telah susah payah diwariskan oleh leluhur kita. Sebagai bentuk
penghormatan terhadap para leluhur. Jangan kira budaya barat lebih gaul.
Ingat!!!RUMPUT KITA LEBIH HIJAU DARI RUMPUT TETANGGA!!!!!!(upil).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar